Sabtu, 22 Juni 2013

Uzumaki Naruto capt 1




Uzumaki Naruto Author: SasShin PM
Ketika sang kegelapan memangkas habis cahaya. yang tersisa hanya dendam dan kebencian. Namun, siapa sangka itulah awal dari sebuah perjalanan hidup sang penerus kegelapan. NaruSasu fic. DLDR.
Rated: Fiction M - Indonesian - Hurt/Comfort/Romance - Naruto U. & Sasuke U. - Chapters: 2 - Words: 7,347 - Reviews: 24 - Favs: 9 - Follows: 9 - Updated: 07-27-12 - Published: 05-31-12 - id: 8168223
A+  A-  

Namaku Uzumaki Naruto. Usiaku baru menginjak 20 tahun. Aku adalah seorang mahasiswa semester 5 di sebuah Universitas yang cukup ternama di kotaku. Karena usiaku sudah berkepala dua, aku sekarang hidup terpisah dengan kedua orang tuaku. Ini adalah saat-saat yang paling aku tunggu. Aku sudah muak hidup di sebuah bangunan mewah yang selama ini aku sebut dengan rumah. Aku tidak pernah merasakan kenyamanan di sana. Yang ada hanya siksaan dan kekangan dari kedua orangtua yang sama sekali tidak pernah peduli dengan kebahagiaanku. Yang mereka pikirkan hanya pekerjaan, pekerjaan dan pekerjaan. Setiap kali aku berusaha untuk mencari perhatian mereka, hanya setumpuk uang yang aku dapatkan. Mereka selalu beranggapan dengan uang aku akan merasa bahagia. Salah besar mereka beranggapan begitu. Ok… dengan uang aku memang bisa mendapatkan apa saja yang aku inginkan, dari mendapatkan barang mewah sampai mendapatkan keperawanan anak manusia. Hahaha… ya, inilah aku. Naruto, pemuda dengan segala kesempurnaan yang kumiliki, pemuda yang selalu menganggap semua hal di dunia ini selalu bisa didapatkan dengan uang.
Aku ingat, waktu itu adalah sabtu malam di mana aku dan tiga orang teman kampusku baru pulang dari berpesta minuman keras di rumah salah satu teman sekelas. Sabtu malam yang dihiasi dengan gerimis dan udara yang berpotensi membekukan apa saja yang dilaluinya. Ketika mobil merahku yang sangat aku banggakan melintasi sebuah gang kotor dan sempit di sebuah kota yang entah apa namanya, saat itulah aku bertemu dengan seseorang yang akan merubah jalan hidupku. Seseorang yang dengan keteguhan hatinya mampu meluluhkan sikapku yang keras ini. Seseorang dengan surai raven yang sangat indah ditimpa sinar lampu jalan yang bergegas menghampiri mobilku dengan wajah yang dipenuhi amarah. Seseorang yang merupakan orang pertama yang sama sekali tidak takut sekaligus terpesona dengan birunya bola mataku ketika aku memandangnya tajam.
"Ternyata kota ini sama saja dengan kota-kota di Amerika, ya! Hanya berisi dengan pemuda-pemuda yang tidak tahu aturan dan sopan santun!"
Umpatnya waktu itu sambil menggedor-gedor pintu mobilku, memaksa aku dan teman-temanku turun dari mobil. Walaupun aku dan dua temanku memiliki tubuh atletis dan jauh lebih besar dari badannya, aku tak melihat sedikitpun rasa takut dari bola mata sehitam langit Konoha waktu malam hari milik sang pemuda menarik itu.
"Apa karena orangtua kalian kaya makanya kalian bisa berbuat seenaknya begitu, hah?" umpatnya sambil menatap kami satu per satu. Menantang.
Sayang sekali, manis. Kau baru saja membangunkan macan yang sedang tertidur. Dengan senang hati aku akan menghukum pemuda berwajah tampan ini karena sudah menggangguku.
"Naruto?"
Inuzuka Kiba, teman baikku melirikku dengan seringai penuh kelicikan dan tatapan bak seorang pembunuh yang sudah melihat target yang diincarnya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman yang sama. Aku kembali menatap bola mata malam itu yang masih menatapku dengan penuh amarah.
"Siapa namamu?" tanyaku sambil mencoba untuk menyentuh pipinya. Seperti yang sudah kuduga, pemuda tampan yang tiba-tiba saja ingin sekali kudapatkan itu menampiknya dengan kasar. Aku kembali memperlihatkan seringaianku. "Kau tahu, tadi aku tidak sengaja menabrak nenek tua itu. lagipula, salah siapa nenek itu berjalan terlalu ke tengah! Daripada kau meributkan hal sepele begitu, bukankah lebih baik kau ikut aku dan teman-temanku? Kita bersenang-senang saja, ya!"
Tidak peduli dengan tawaku, si pemuda berkulit putih bersih itu memberiku satu pukulan sangat keras di pipiku. Cukup untuk membuatku tersungkur ke tanah. Melihatku yang tengah meringis kesakitan akibat pukulan pemuda itu, Kiba dan Lee, temanku yang satu lagi segera menangkap kedua tangan pemuda itu dan menahannya dengan kuat.
"Kalau memang kalian laki-laki, hadapi aku satu per satu! Jangan main kroyokan begini, pengecut!" triaknya sambil berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman kedua temanku.
Aku segera berdiri dan berjalan mendekati sang pemuda yang semakin marah terhadapku itu. wajah putihnya penuh dengan semburat merah karena kemarahannya. Entah kenapa hal itu justru membuatnya terlihat manis di mataku. Oh ya ampun, aku mulai dikuasai oleh nafsu ternyata. Nafsu ingin memiliki pemuda tak bernama ini.
"Aku bisa membuktikan kelelakianku kepadamu, manis! Aku yakin, kau pasti akan menyukai caraku ini!" kataku sambil menyentuh dagu mungilnya dan memaksanya untuk menatapku.
Melihat bibir yang kemerahan itu dan merasakan hembusan nafas seharum nafas bayi dari mulut pemuda itu membuatku semakin gelap mata dan segera saja kulumat bibir itu penuh nafsu. Belum sampai satu menit aku menikmati lembutnya bibirnya, aku merasakan rasa nyeri yang teramat sangat di bagian kemaluanku. Terpaksa kulepaskan pagutan bibirku dari bibirnya hanya untuk meraba kemaluanku yang baru saja terkena tendangan telak darinya. Shit!
"Menjauh dariku, brengsek!" makinya dengan nafas memburu. Untung saja Kiba dan Lee masih menahan kedua tangannya sehingga pemuda tampan tapi liar itu tidak bisa kembali menyerangku.
"Kau… benar-benar membuatku marah!" desisku setelah bisa kembali berdiri tegak. Sambil menahan nafas, aku segera mendekati si pemuda bermata onix itu dan langsung menghadiahinya satu tamparan keras ke pipinya. Pemuda itu agak sedikit oleng, namun karena Kiba dan Lee masih memeganginya, tubuhnya tidak ambruk ke tanah. Hanya saja, sudut bibirnya kini mengeluarkan sedikit darah.
Bayaran setimpal untuk tendangan menyakitkannya tadi!
Hal yang membuatku sedikit terkejut adalah tatapan matanya, tidak ada ketakutan sedikitpun yang mencemari bola mata bening itu. tatapan matanya semakin tajam. Sepertinya dia semakin membenciku. Aku tidak peduli. Aku harus segera mendapatkannya.
"Minna… bawa dia ke mobil!" perintahku yang langsung dilaksanakan oleh kedua teman setiaku ini. Aku hanya tersenyum puas ketika melihat bagaimana pemuda itu meronta-ronta di dalam cengkraman Kiba dan Lee. Tentu saja dia tidak tahu, bagaimana kekuatan dan tenaga yang dimiliki oleh kedua temanku yang merupakan pentolan kampus itu. lima orang saja akan kalah telak melawan mereka.
Tidak memakan waktu lama bagi Kiba maupun Lee untuk menggiring pemuda tampan itu untuk memasuki mobilku.
"Lee, kau yang mengemudikan!" ucapku sambil memasuki mobil untuk bermain dengan mainanku ini.
Aku segera menghadapi sang pemuda yang aku inginkan itu. dia benar-benar sudah tidak bisa bergerak sekarang. Kedua tangan yang di tahan oleh Kiba dan kedua kaki yang sudah aku duduki. Senyuman puas tidak bisa aku tahan keluar ketika melihat ketakutan mulai tampak di wajah tampan itu. Akhirnya dia sadar juga, betapa berbahayanya dia mencari masalah dengan seorang Uzumaki Naruto.
"Kau mau tahu apa yang akan aku lakukan padamu, manis?" tanyaku sambil menjilat pipi seputih susunya dengan penuh semangat.
Aku, Kiba dan Lee hanya tertawa puas ketika pemuda yang malang itu bertriak-triak putus asa ketika aku dengan sadisnya melucuti seluruh pakaian dan kehormatannya. Aku tidak ingat dengan pasti berapa lama aku bermain-main dengan pemuda malang itu. yang aku tahu, aku begitu bahagia dan puas karena malam itu aku bisa menikmati tubuh sempurna miliknya. Milik pemuda tak berdosa yang malang karena harus bertemu denganku. Ya, malam itu memang malam paling membahagiakan untukku. Tapi yang belum kuketahui, malam itu adalah awal dari perjalanan hidupku yang sesungguhnya.
Uzumaki Naruto sejak malam itu, bukan Uzumaki Naruto yang dulu lagi.
***Uzumaki***Naruto***
Sambil bersiul-siul kecil, aku memasuki sebuah rumah yang bisa dibilang mewah walaupun tidak semewah rumahku. Rumah yang hampir seluruhnya dicat berwarna putih berlantai tiga itu tampak sepi seperti biasanya. Wajar saja, pemilik rumah ini tidak jauh berbeda dengan kedua orangtuaku yang merupakan seorang workaholic. Akan aneh malah jika di waktu yang hampir pukul Sembilan malam ini rumah bergaya eropa itu dihuni si tuan rumah. Kecuali pemuda seumuranku dengan rambut hitam dikuncir tinggi yang berwajah cukup tampan namun terlihat mengantuk setiap saat yang kini menyambutku di depan pintu kamarnya. Nara Shikamaru, tuan muda satu-satunya dari keluarga Nara.
"Ada hal yang sangat penting apakah, sampai seorang Shikamaru yang biasanya cuek dan tidak peduli dengan sekitarnya ini mengundangku malam-malam begini?" tanyaku dengan senyum yang kubuat sesinis mungkin. Pemuda yang berdiri di depanku ini memang merupakan sahabat sejak kecilku, tapi entah kenapa aku tidak begitu cocok dengannya. Mungkin karena sifatnya yang masih bisa dibilang anak baik-baik. Sangat tidak cocok denganku, right?
Shikamaru memasuki kamarnya dengan wajah yang sama sekali tidak peduli dengan sindiranku. Membuatku semakin tidak niat saja berbicara dengannya. Karena sudah terlanjur ke rumah yang menurutku suram ini, mau tidak mau aku mengikutinya ke dalam kamar. Kulihat pemuda yang dulu dijuluki Si Jenius itu berdiri di depan jendelanya. Membelakangiku. Ok! Dia yang mengundangku, tapi sekarang dia yang seolah-olah menganggapku tidak ada. Tidak tahukah dia? Ada lebih banyak kegiatan menyenangkan yang bisa kulakukan di luar sana selain berdiri bosan sekaligus kesal karena sama sekali tidak dianggap.
"Fine… daripada aku berdiri di sini seperti orang bodoh karena sudah mau mengikuti perintah bodoh dari orang yang bodoh juga, lebih baik aku pergi!" rutukku dengan pandangan yang aku yakin tidak kalah tajam dari taring Harimau. Oh, aku benar-benar berdoa semoga tatapanku ini bisa melubangi punggung si malas itu.
Namun, begitu selangkah lagi aku keluar dari kamar, Shikamaru pun akhirnya mau mengeluarkan suaranya juga.
"Apa yang kamu lakukan malam minggu kemarin?"
Ok! Kali ini aku benar-benar ingin memukul wajah malas teman masa kecilku ini. Apakah hanya hal sesepele ini bahkan bagiku sangat konyol ini dia harus menyuruhku ke rumahnya. Hell no! Meskipun aku tidak begitu cocok dengannya, aku yakin aku selalu mengikutsertakan dirinya dalam kelompokku. Tentu saja, semua kegiatan yang aku dan gengku lakukan baik saat malam minggu maupun malam-malam lainnya dia tahu. Masih ditanyakan juga? Aku hanya bisa menggeleng heran.
"Jadi hanya masalah konyol ini yang ingin kau tanyakan padaku?" balasku bertanya sambil menatapnya malas. Shikamaru kembali diam. Aku yakin, temanku yang satu ini sedang mengalami sakit sariawan. Atau mungkin tenggorokannya tersumbat sesuatu?. "Kau tahu, aku punya banyak sekali rencana malam ini dengan anak-anak yang lain. Dan kau mengacaukannya hanya gara-gara-"
"Jawab pertanyaanku, Naruto!" potong Shikamaru dengan nada yang cukup keras. Baru kali ini aku melihat wajah putra semata wayang keluarga Nara itu terlihat sangat serius.
Aku memperbaiki posisi berdiriku kali ini. Sepertinya pembicaraan kali ini bukan hanya tentang kegiatan malam mingguku, mungkin Shikamaru sedang ingin membahas hal-hal serius denganku sekarang. Ok! Akan kulayani. Dia pikir aku tidak bisa serius, heh?
"Setahuku kau masih menjadi anggota Kyuubi, Shika! Kau tahu pasti kegiatan Kyuubi setiap harinya," jawabku tenang meski kurasakan tatapan dingin sekaligus marah darinya. "Apa lagi?"
Terlihat kepala nanas Shikamaru menggeleng pelan. Dengusan panjang keluar dari mulutnya. Aku mengernyit heran. Ada apa dengan anak ini?
"Kau pergi dengan Kiba dan Lee waktu itu," katanya pelan. Aku mendengus keras.
"Iya aku pergi dengan mereka berdua, kenapa? Kau marah karena tidak kuajak? Oh, ayolah, Shika…" erangku putus asa. Orang jenius bisa bersikap kekanakan juga ternyata.
"Kau tahu pasti bukan itu yang kumaksud, Namikaze-Uzumaki Naruto!" bentak Shikamaru kehabisan kesabaran. "Aku tahu, kalian bertiga sudah melakukan sesuatu malam itu!"
Aku terdiam sambil menatap Shikamaru yang terlihat sangat marah itu. memang apa yang aku, Kiba dan Lee lakukan malam minggu kemarin sampai dia semarah itu? Seingatku, aku dan kedua temanku itu hanya berjalan-jalan mengelilingi Konoha dengan mobil setelah berpesta minuman keras di temapat salah satu teman sekelas. Apa karena kami minum-minuman keras itu yang membuat Shikamaru marah? Oh ayolah, aku sudah biasa melakukan itu. bahkan Shikamaru juga terkadang ikut. Lalu apa?
Tunggu! Aku melirik Shikamaru yang masih setia menatapku bak seorang polisi yang tengah mengintrogasi tahanan. Apa dia tahu tentang kejadian itu?
"Katakan padaku! Kau tidak melakukan hal-hal buruk lagi kan malam itu?" kejar Shikamaru penuh ketegasan.
"Kau pikir aku melakukan apa? Membunuh orang? Tenang saja, aku masih cukup pintar dalam menggunakan otakku!" sahutku dengan senyum tipis. Terlihat Shikamaru menatapku dengan ragu, namun sedetik kemudian terdengar hembusan nafas panjang dari mulutnya.
"Ok… aku percaya kali ini! Kau tidak mungkin melakukan perbuatan keji itu!" kata Shikamaru sambil menyapu wajahnya dengan kedua tangan. Dilihat dari gelagatnya, sepertinya dia sudah sepenuhnya percaya padaku.
"Memang ada apa?" tanyaku basa-basi. Yah, setidaknya menghargai sahabatku ini.
"Ayahku bilang, hari minggu kemarin ia menerima pengaduan dari seorang pemuda yang mengaku baru saja diperkosa oleh tiga orang pemuda!" jawab Shikamaru pelan. Mata hitamnya menyelidiki raut wajahku yang kubuat setenang mungkin.
"Wow…" tanggapku bingung bagaimana harus merespon cerita Shikamaru. "Ayahmu bagaimana?" tanyaku sedikit was-was.
"Sampai saat ini beliau belum bertindak apa-apa," jawab Shikamaru sambil berjalan menuju tempat tidurnya. "Tapi, ayahku akan mencari tahu kebenaran kata-kata pemuda itu!"
Aku menyusul Shikamaru ke ranjang besar itu. Aku menatap wajah Shikamaru dengan wajah marah. Aku tidak menyangka semuanya akan menjadi seperti ini.
"Jadi, ayahmu percaya pada cerita pemuda itu? Jangan konyol, Shika! Mana ada seorang pemuda yang diperkosa?" tanyaku cepat. "Aku yakin, pemuda kurang kerjaan itu hanya ingin mencari sensasi!"
"Apa maksudmu? Pemuda itu pemuda biasa, dia bukan artis yang butuh sensasi untuk mendongkrak popularitasnya, Naruto!" tukas Shikamaru menatapku dengan pandangan yang aneh.
Aku menghela nafas panjang. Aku harus tenang. Jangan sampai gara-gara sikap cerobohku, Shikamaru kembali curiga padaku. Calm down, Naruto!
Aku kembali beranjak berdiri. Dengan canggung kugaruk bagian belakang kepala pirangku yang sama sekali tidak gatal, untuk sekedar menghilangkan rasa tegang yang melanda hatiku.
"Gomen, aku hanya merasa aneh saja dengan ceritamu tadi!" kataku dengan sedikit nada bercanda. Semoga saja Shikamaru mau menerima alasanku ini. Shikamaru mengangguk pelan. "Ok, sudah selesai, kan? Aku harus segera pergi, anak-anak Kyuubi lainnya sudah menungguku!" dengan cepat aku mengalihkan pembicaraan yang cukup berbahaya ini.
"Iya! Maaf juga kalau sudah membuang-buang waktumu!" kata Shikamaru dengan senyum tipis.
Aku berjalan pelan menuju ke pintu keluar. Sebelum menutup pintu kayu berwarna putih bersih itu, aku kembali menatap wajah temanku yang berambut nanas itu.
"Kau… tidak ingin pergi juga?" tanyaku. Shikamaru menggeleng pelan masih dengan senyum yang sama. Aku membalas tersenyum. "Ok! Selamat malam, Shika!"
"Hem, Have Funn, Bro!" balasnya.
Aku berjalan cepat menuju mobil kesayanganku. Dengan penuh emosi kubanting pintu mobil. Cukup lama aku berdiam diri dalam posisi ini, sibuk mengatur nafas yang memburu gara-gara tersulut emosi. Tidak bisa dibiarkan! Tidak akan kubiarkan pemuda brengsek itu mengadukanku pada polisi! Aku harus segera bertindak! Kukepalkan tanganku kuat-kuat untuk menahan gejolak kebencian dalam hatiku.
"Tidak ada yang boleh mengusik ketenangan Uzumaki Naruto!" desisku bersungguh-sungguh. Bayangan wajah tampan sang pemuda yang berambut reven dan memiliki mata sehitam malam itu kembali mengusik ingatanku. Pemuda yang tidak kuketahui namanya itu lagi-lagi membangunkan kemarahanku. "Jangan harap kau bisa mengalahkanku, Teme! Sebelum itu terjadi, akan kubuat kau menyesal karena sudah bertemu denganku?"
*…*N.S*…*
Normal POV
Hembusan angin malam menerpa dua bayangan yang terlihat tengah membicarakan sesuatu dengan serius. Malam yang pekat dan udara yang dingin tidak membuat kedua bayangan itu segera beranjak dari tempat mereka. Dilihat dari gelagat mereka, kedua bayangan itu tengah merencanakan sesuatu yang tidak baik. Suara pekuran burung hantu di dahan-dahan pohon yang malam itu terlihat hitam bagai monster mengerikan, semakin membuat suasana tempat itu mencekam.
Salah satu sosok yang disinyalir sebagai seorang pria yang kini tengah bersandar di pintu mobil itu terlihat memberikan sesuatu kepada sosok yang lain. Suara tawa licik dari si penerima semakin membuat suasana malam itu menegangkan.
"Kau yakin aku tidak perlu langsung menghabisinya?" tanyanya dengan suara yang mampu membuat semua yang mendengar ketakutan. Kecuali pemuda berjaket kulit hitam yang hanya tersenyum licik yang ada di depannya itu.
"Aaa.. lakukan saja sesuai dengan perintahku tadi! Dan jangan sampai gagal!" jawab si pemuda berjaket hitam itu sambil membuka pintu mobil dan segera menaiki mobil mewah itu. sebelum mesin canggih itu bergerak, sosok dengan mata biru itu kembali menatap sang lawan bicara. "Yang paling penting, jangan sampai ada yang mengetahui hal ini! Jika ada satu kesalahan kecil saja yang kau lakukan, aku pastikan… kau tidak akan bisa melihat matahari lagi!" desisinya penuh dengan nada mengancam yang mampu membuat lawan bicara gemetar dalam ketakutan.
Malam semakin pekat. Gelap karena sang dewi malam terhalang oleh awan mendung yang menambah angker sang malam. Suara-suara binatang malam merajai, memberikan suasana mencekam siapa saja yang mendengar. Malam ini bagai malam di mana sang iblis bangkit setelah tidur panjangnya. Menguarkan aura hitam yang mengalahkan cahaya. Ya, malam itu iblis memang telah bangkit. Mengincar jiwa-jiwa suci yang bebas, terlalu bebas sampai-sampai tak terjamah para pelindung.
Uzumaki Naruto, penciptaan lain dari sang iblis yang telah memilih jalannya untuk terus membenci. Menggunakan berbagai cara untuk bisa mewujudkan keinginannya meskipun harus mengorbankan jiwa-jiwa yang suci.
"Siapa saja yang mencari masalah denganku, akan mendapatkan akibat yang setimpal!"
Di tempat yang jauh di sana, malaikat suci kehilangan sayap putihnya.
*…*N.S*…*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berlaku baik dalam berkomentar^^
Tdk mengandung unsur Sara.

Terimakasih telah berkunjung di Blog Kecil saya !!
Sering2 mampir yaa^^ ..